Pages

Selasa, 05 Mei 2015

Mobil Barang

          Bus yang aku tumpangi sesaat lagi sampai di perbatasan. Aku menanyakan ke penumpang sebelah untuk memastikan. Ya, ini sudah sampai di Rong Klua. Tujuanku menuju Siem Reap sudah semakin dekat. Saat itu masih pagi. Tempat itu seperti pasar tradisional. Aktivitas jual-beli selayaknya seperti di Indonesia. Sopir tuk-tuk juga berlalu lalang mengantarkan pembeli dari dan menuju pasar. Aku turun disitu dan berjalan-jalan untuk mencari sesuap makanan. Sulit sekali untuk sekedar membeli makanan, keterbatasan bahasa menjadi penghalang. Aku segera saja menuju Poipet, wilayah terluar Kamboja tepat bersebelahan dengan Rong Klua. Aku banyak mendapat cerita jika border antara Thailand dan Kamboja ini salah satu yang paling rawan penipuan, terutama bagi turis asing berkulit putih. Penipuan ini disebut scam oleh komunitas backpacker. Scam bisa berupa penaikan harga visa dari agen-agen tak resmi. Visa tetap berlaku, tapi tentu ada mark up harga.  Aku sendiri tidak memerlukan visa untuk memasuki wilayah Kamboja, jadi aku ambil jalur yang non-visa. Walaupun banyak agen-agen yang menawarkan, aku tinggal menunjukkan passportku saja dan mereka langsung diam. Hari itu saya jarang sekali melihat turis melalui rute ini, mungkin karena sudah banyak pesawat dari Bangkok ke Siem Reap. Aku berencana melanjutkan perjalanan dari Poipet ke Siem Reap dengan menggunakan Taksi. Untuk menghemat biaya, saya harus mencari 3-4 orang wisatawan lain yang memiliki tujuan yang sama. Namun, rencana ini harus aku pikir ulang karena tidak ada turis yang terlihat.
            Setelah passport di cap, aku langsung dikerubuti oleh para tukang ojek yang menawarkan jasa ke terminal bus Poipet. Aku tak langsung menyetujui sampai akhirnya ada salah seorang yang menawarkan untuk mencarikan taxi dengan harga seperti biasa, yakni 15 USD. Aku segera menyetujui. Tapi, sebelumnya aku minta diantarkan ke money changer, karena aku tak memegang USD sama sekali. Memang, di Kamboja ada 2 mata uang resmi, USD dan Riel. Keduanya digunakan, namun USD jadi pilihan utama. Di sini kesalahanku, aku menukarkan uang di Border paling kejam ini. Nilai tukarnya sangat rendah sekali. Sehingga aku rugi beberapa puluh dollar. Tapi karena sudah terlanjur, ditambah lagi aku hanya seorang diri, jadi aku terima saja walaupun ada perasaan gondok sekaligus menyesal. Aku  diminta menunggu di sebuah tempat tepat di belakang pasar. Aku mengira yang datang adalah taxi, namun sangkaku salah. Yang akan mengantarkanku hanya sebuah mobil warga lokal yang akan menuju Siem Reap. Itu pun mobil sedan yang sudah cukup tua. Ditambah lagi, mobil sudah terisi oleh 5 orang. Satu supir dan 4 orang anggota keluarga lainnya. Bukan cuma itu, di dalam mobil juga sudah menumpuk barang2 dagangan yang akan mereka jual di sana. Kepalang tanggung, aku langsung masuk saja, sambil menaruh tasku di bagasi. Aku duduk di kursi bagian belakang, dihimpit oleh 3 orang lain. Sempit sekali rasanya. Posisi kakiku juga tak nyaman, karena harus ada di atas barang dagangan. Jangankan ingin meluruskan kaki, menggerakkan badan saja susahnya setengah mati.
            Aku tak bisa membayangkan aku harus menikmati perjalanan dengan posisi seperti ini. Lama perjalanan yang harus kutempuh kurang lebih 6 jam. Dengan situasi seperti ini, aku tidak mau dirugikan. Aku tawar saja harganya menjadi 10 USD, atau saya cari mobil lain. Mungkin karena terdesak butuh uang, tukang ojek tadi menyetujui dan mengatakan ke sang supir. Sepanjang perjalanan, aku cuma bisa diam. Tak ada sepatah kata pun yang aku ucapkan. Mereka tak mengerti bahasa Inggris, dan aku tak mengerti bahasa mereka. Hanya senyuman yang terlempar dari dari wajah mereka. Aku menyebutnya senyum keheranan; karena mungkin dalam benak mereka, kok bisa anak muda seperti ku ini melakukan perjalanan seorang diri di negeri asing yang bahkan aku tak mengerti bahasanya. Tapi aku yakin, di balik senyuman itu, ada rasa ingin tahu dari mana aku berasal dan kenapa aku bisa sampai sini. Segera saja aku ambil kertas yang berisi itinerary perjalanku serta pulpen di saku depanku. Aku coba gambar peta Asia Tenggara, semirip mungkin. Aku juga gambar titik dimana negara mereka dan dimana Indonesia. Dengan bahasa isyarat, aku jelaskan sebisanya. Mereka menggangguk-angguk, walau aku yakin mereka tak sepenuhnya paham. Tak apa, paling tidak aku sudah mengenalkan dimana letak Indonesia.
            Aku coba memejamkan mata berharap waktu cepat berlalu. Tapi aku tak bisa. Keadaan dalam mobil yang panas ditambah oksigen yang tak proporsional dengan jumlah orang di dalam, berhasil membuatku berpeluh keringat. Mereka menawarkan kipas. Tentu aku terima. Dalam hal ini, mereka mengerti tanpa aku memberi isyarat.
         Tanda-tanda sampai di Siem Reap sudah semakin dekat, ditandai dengan makin banyaknya pemukiman di kanan kiri jalan. Terlihat pula candi-candi tempat peribadatan Agama budha yang menjadi agama mayoritas. Di depan aku lihat ada Gapura yang menyambut kedatangan kami. Jalanan menuju Siem Reap ini cukup sepi, hanya beberapa kendaraan pribadi yang melintas. Keadaannya bersih, walaupun udaranya panas. Aku diturunkan di pinggiran kota oleh sang supir, sekaligus memanggil seorang tukang ojek. Aku sedikit protes, kenapa aku diturunkan disini. Padahal sesuai perjanjian, aku meminta diturunkan di sekitar Angkor Wat. Percuma, mereka tak mengerti. Aku bayarkan saja 10 USD dan mengambil tas ranselku. Setelah mereka pergi, aku mengatakan kalau aku ingin pergi ke Angkor Wat kepada sang tukang ojek. Karena memang dia sering mengantar turis-turis kesana, syukurlah dia mengerti bahasa Inggris. Aku bertanya harga, katanya 15 USD untuk satu hari. Aku tawar 10 USD. Dia setuju-setuju saja. Aku meminta untuk diantar ke kaunter tiket dahulu sebelum ke restaurant. Di tengah jalan, dia bertemu teman-temannya yang juga memiliki profesi yang sama. Pemandu wisata. Lebih tepatnya Pengantar Wisatawan. Disana, aku diberitahu kalau pakai ojek itu 15 USD dan pakai tuk tuk 20 USD. Aku tetap memaksa 10 USD sesuai harga awal. Lagi lagi, aku cuma seorang diri di sini. Keadaan yang mengharuskanku menerima ini. Oke, deal 15 USD untuk satu hari dengan syarat mengantarkan kemanapun aku mau, bukan cuma ke Angkor Wat. Kami berjabat tangan, deal. 
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar