Pages

Minggu, 15 Maret 2015

Chasing A Flight

Singapura, 9 Mei 2014
          Sudah 2 bulan ini aku membuat perencaan untuk melakukan perjalanan solo backpacker ke beberapa negara ASEAN, yaitu Kamboja, Vietnam, Laos dan Thailand. Berbekal browsing, tanya-tanya teman, dan sedikit imajinasi maka jadilah sebuah itinerary. Detail sekali menurutku. Karena, selain budget dan tempat-tempat yang wajib dikunjungi, aku juga menuliskan nama Bus, tempat berangkatnya sampai Merek busnya pun aku tulis. Aku sendiri memiliki tema untuk perjalananku kali ini, yaitu “Lost in ASEAN : One day one city”. Ya karena aku akan pergi ke negara-negara yang aku tak terlalu kenal bahasa dan budayanya.
Hari keberangkatanpun tiba, aku berangkat dari Singapura ke Kuala Lumpur melalui jalan darat. Kenapa harus dari Kuala Lumpur? Karena aku dapat tiket (sangat) murah ke Bangkok lewat Kuala Lumpur dari salah satu low cost airline. Pagi-pagi sekali aku berangkat menuju Imigrasi Singapura lalu dilanjutkan ke Johor Bahru. Dari sana, aku memilih naik bus untuk ke Kuala Lumpur. Ya begitulah rencanaku. Namun, masalah demi masalah bergiliran datang. Saat menaiki MRT, aku sempat ketiduran sehingga harus turun dan naik MRT lagi ke arah sebaliknya untuk menuju Woodlands station. Ini pertama kalinya aku ke Johor Bahru via Woodlands, yang biasanya kucapai via Kranji. Tapi karena ini hari terakhirku di Singapura, jadi ku coba jalan lain, ditambah lagi itu akan memangkas waktu perjalanan, pikirku. Tiba di Woodlands station, aku langsung tanya sana sini menanyakan platform bus nomor 950 yang akan membawaku ke Johor Bahru. Dari kejauhan aku lihat Bus nomor 950 itu. Aku langsung berlari agar tidak ditinggal. “Sorry, sorry, my bus is going to departure” kataku sambil berjalan cepat disela-sela kerumunan banyak orang. Sesaat sebelum sampai, kondektur bus mengisyaratkan agar bus cepat berangkat. “Wait.. wait” pintaku terengah-engah. Malang nasibku, bus tidak menghiraukan permintaanku. Ya itulah Singapura. Berangkat jam segini ya harus jam segini. Kamu telat, kami tinggal. Jadilah aku harus menunggu sampai Bus berikutnya datang.
Waktu terus berputar, sudah hampir 20 menit berdiri di platform ini, yang ku tunggu tak kunjung datang. Padahal bus dengan nomor lain datang dan pergi. Aku coba coba tanya ke petugas, katanya bus datang tiap satu jam sekali. Sempat berpikir untuk ke Kranji MRT dan menaiki bus nomor 170 yang frekuensi kedatangannya lebih cepat. Namun ketidakpastian jadwal kedatangan bus membuatku ragu juga. Bagaimana kalau saat aku pergi ke Kranji, bus nomor 950 itu datang? Aku lihat jam tanganku, masih ada sekitar 8 jam sebelum jadwal flight ku yang akan lepas landas pukul 18.45 waktu Malaysia. Kurasa masih cukup, jadi aku putuskan untuk menunggu. 20 menit telah berlalu, tibalah si Bus 950. Bergegas aku masuk ke Bus beserta penumpang lain dengan tujuan yang sama, Johor Bahru.
Singkat cerita, setelah melewati Imigrasi Woodlands Checkpoint dan Johor Bahru Checkpoint yang memakan waktu sekitar satu jam, aku sampai di Terminal Larkin, Johor Bahru. Seperti biasa, terminal ini sudah cukup ramai. Hiruk pikuk penumpang, calo-calo yang berseliweran serta bus dengan tujuan berbagai kota di Malaysia nampak sudah menjadi rutinitas di terminal ini. Aku langsung bergegas mencari kaunter Bus tujuan KL dengan jam keberangkatan secepat mungkin. Aku tak mau lagi menunggu seperti di Woodlands tadi. “KL, KL, berangkat sekarang” teriakan dari calo yang mulai menawarkan tiket tujuan KL. Aku tidak serta merta langsung tertarik, karena harganya sudah di mark up sekian ringgit dan cukup mahal dari harga normal. Aku juga harus tetap memegang teguh bugdet plan yang aku buat selama 2 bulan ini, agar tidak overbudget. Setelah berputar-putar dan tidak mendapatkan jam yang aku mau, aku menemukan kaunter dengan jadwal keberangkatan yang pas menurutku. Jadilah aku membelinya walaupun sedikit lebih mahal dari harga normal. Tidak apa, ini sedang keadaan darurat. Aku diantarkan ke platform bus oleh seorang wanita yang tidak lain adalah penjaga kaunter. Aku diminta menunggu. Bus akan datang sekitar pukul 12.15. Masih ada 6 jam lagi sebelum pesawatku berangkat.
Ternyata oh ternyata, bus ku terlambat 15 menit. Walau begitu, bus tidak langsung berangkat. Bus harus menunggu penumpang lain dari berbagai calo, ditambah lagi supir bus juga keluar untuk makan siang. Memang calo disini sudah terkoordinasi dengan rapi. Bahkan mereka menggunakan Handy Talkie untuk mengecek bus mana saja yang masih kosong. Tentu dengan harga yang lebih mahal. Makin gregetan. Ingin sekali aku bilang ke kondektur bus agar segera berangkat, tapi di negara orang aku tak bisa melakukan itu. Bisa bisa nanti hanya namaku saja yang pulang ke Indonesia. Jam 1, akhirnya bus pun berangkat. Aku mencoba menenangkan pikiranku, sambil memikirkan berbagai alternatif agar aku sampai di Low Cost Carier Terminal (LCCT) tepat waktu. Tak sadar aku sudah tertidur.
Bus yang aku naiki ternyata berhenti bukan di Bandar Tasik Selatan (BTS), tapi di Terminal Puduraya, Kuala Lumpur. Padahal disitu tidak dilewati oleh KLIA Transit yang akan membawaku ke lapangan terbang LCCT. Aku keluar dari terminal dan bertanya-tanya stasiun MRT atau KTM terdekat untuk menuju BTS. Katanya yang paling dekat itu ya di KL Sentral. Dari sini Aku harus naik Taksi atau Bus. Karena waktu yang semakin sempit, aku memilih taksi. Aku sedikit berdebat dengan sang supir tentang bagaimana cara ke LCCT. Dia mengatakan bahwa tidak ada kereta yang langsung ke LCCT sehingga harus pakai taksi atau bus dari BTS. Tapi aku yakin bahwa di KL Sentral ada KLIA Transit yang menuju ke LCCT. Aku pun meminta untuk diantarkan ke KL Sentral saja, walau sang supir masih bersikeras dengan pendapatnya.
            Setibanya di KL Sentral, aku langsung menuju ke kaunter KLIA Ekspress. Aku berkata bahwa aku ingin menuju ke LCCT. Sang penjaga kaunter mengarahkan Aku untuk menuju KLIA Transit yang terletak tidak jauh dari situ. Tanpa pikir panjang, aku menuju ke sana dan membeli tiketnya. Harganya 12,5 ringgit. Untuk rutenya, memang tidak ada kereta yang sampai ke LCCT. Tapi nanti transit dulu di stasiun salak tinggi kemudian naik bus ke LCCT. “How long does it take to LCCT?” tanyaku. “It’s about 45 minutes, and the next train will departure in 12 minutes” jawab salah satu penjaga kaunter sambil menyerahkan tiketku. Masih ada sekitar 3 jam lagi. Aku sedikit tenang.
             Sekitar 25 menit, keretaku sampai di stasiun Salak Tinggi. Dan bus sudah menunggu. Aku melihat jam tanganku lagi. Ah masih ada waktu satu setengah jam. Aku memutuskan untuk sholat dahulu, karena sudah memasuki waktu ashar, sedangkan sholat dzuhurpun belum aku tunaikan. Jadilah aku menunaikan sholat jama’ disana. Setelah selesai, aku meneguk segelas air mineral yang tersedia di mushola kecil tersebut. Rasanya haus harus berkejar-kejaran dengan waktu.
            Akupun keluar dari gate dan menuju bus yang sudah terparkir didepan stasiun. Tapi aneh, keadaan dalam bus masih sepi. Hanya aku sendiri dan sang supir. “Pak, jam berape bus ini berangkat?” tanyaku dengan logat sok melayu. “Tunggu kereta berikutnye datang, sekitar 30 menitan lagi la” jawabnya. Berarti sekitar jam 17.25 bus itu akan berangkat. Aku semakin khawatir. Tapi aku sekali lagi menenangkan diri mengingat perjalanan hanya 25 menit dan waktu check-in bisa 45 menit sebelum berangkat. Kereta berikutnya tiba. Para penumpang yang akan menuju LCCT pun naik bus yang sama. Kebanyakan adalah warga asing.
            Pukul 17.50 aku sampai di LCCT. Tidak sesuai dengan dugaanku, disana ramai sekali. Lalu, Aku bergerak cepat menuju kaunter check-in. Sialnya, aku harus melalui X-Ray Scanning dulu. Saat itu antriannya sangat panjang. Pasti tidak akan sempat untuk check-in. Saat mengantri, aku melihat dipapan pengumuman digital bahwa waktu check-in penerbangan ke Don Muang Airport, Bangkok, sudah ditutup. Aku merasa was-was dan sedikit putus asa. Tapi aku tak hilang akal. Aku berlari menuju antrian paling depan dan berkata “Could i go ahead please? My flight is going to departure, i don’t want to be late” aku memohon dengan napas tersengal sengal. Mungkin karena mereka kasihan melihatku, akhirnya aku diizinkan untuk masuk duluan. Setelah itu, aku menuju kaunter dan menanyakan apakah aku masih bisa check-in atau tidak sambil menyerahkan passportku. Kemudian dia sejenak menelepon untuk melakukan konfirmasi. Tidak lama kemudian dia memberikan tiket penerbanganku. Aku terima tiket itu mengucapkan terima kasih. Sang kaunter membalas dengan senyum manisnya. Setelah melewati beberapa proses dibandara seperti cap imigrasi, pemeriksaan tas dan barang bawaan yang tak kalah menengangkan, sampai sampai namaku sudah dipanggil-panggil untuk segera menaiki pesawat. 10 menit sebelum berangkat, aku tiba didepan pintu besi terbang itu. “Bangkok, I’m coming. Terima kasih ya Allah” aku berkata dalam hati. Aku duduk di dekat jendela. Perjalananku hari itu aku akhiri dengan melihat tenggelamnya matahari diantara awan-awan. Lembayung senja menambah cantik dan syahdunya suasana. “Maha Besar Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya” decakku kagum. Ya Allah, tanpa pertolongan-Mu, aku tak bisa melanjutkan perjalananku, tak bisa menjelajahi bumi-Mu dan mungkin tak bisa menuliskan cerita cerita hikmah dibalik semua rencana-Mu. Lalu, aku pun terlelap.

***
Next Story will be uploaded soon here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar