Singapura, 9 Mei 2014
Sudah 2 bulan ini aku membuat
perencaan untuk melakukan perjalanan solo backpacker ke beberapa negara ASEAN,
yaitu Kamboja, Vietnam, Laos dan Thailand. Berbekal browsing, tanya-tanya
teman, dan sedikit imajinasi maka jadilah sebuah itinerary. Detail sekali
menurutku. Karena, selain budget dan tempat-tempat yang wajib dikunjungi, aku
juga menuliskan nama Bus, tempat berangkatnya sampai Merek busnya pun aku
tulis. Aku sendiri memiliki tema untuk perjalananku kali ini, yaitu “Lost in
ASEAN : One day one city”. Ya karena aku akan pergi ke negara-negara yang aku
tak terlalu kenal bahasa dan budayanya.
Hari keberangkatanpun tiba, aku
berangkat dari Singapura ke Kuala Lumpur melalui jalan darat. Kenapa harus dari
Kuala Lumpur? Karena aku dapat tiket (sangat) murah ke Bangkok lewat
Kuala Lumpur dari salah satu low cost
airline. Pagi-pagi sekali aku berangkat menuju Imigrasi Singapura lalu
dilanjutkan ke Johor Bahru. Dari sana, aku memilih naik bus untuk ke Kuala
Lumpur. Ya begitulah rencanaku. Namun, masalah demi masalah bergiliran datang.
Saat menaiki MRT, aku sempat ketiduran sehingga harus turun dan naik MRT lagi
ke arah sebaliknya untuk menuju Woodlands station. Ini pertama kalinya aku ke
Johor Bahru via Woodlands, yang biasanya kucapai via Kranji. Tapi karena ini
hari terakhirku di Singapura, jadi ku coba jalan lain, ditambah lagi itu akan
memangkas waktu perjalanan, pikirku. Tiba di Woodlands station, aku langsung
tanya sana sini menanyakan platform bus nomor 950 yang akan membawaku ke Johor
Bahru. Dari kejauhan aku lihat Bus nomor 950 itu. Aku langsung berlari agar
tidak ditinggal. “Sorry, sorry, my bus is
going to departure” kataku sambil berjalan cepat disela-sela kerumunan
banyak orang. Sesaat sebelum sampai, kondektur bus mengisyaratkan agar bus
cepat berangkat. “Wait.. wait”
pintaku terengah-engah. Malang nasibku, bus tidak menghiraukan permintaanku. Ya
itulah Singapura. Berangkat jam segini ya harus jam segini. Kamu telat, kami
tinggal. Jadilah aku harus menunggu sampai Bus berikutnya datang.
Waktu terus berputar, sudah hampir
20 menit berdiri di platform ini, yang ku tunggu tak kunjung datang. Padahal
bus dengan nomor lain datang dan pergi. Aku coba coba tanya ke petugas, katanya
bus datang tiap satu jam sekali. Sempat berpikir untuk ke Kranji MRT dan
menaiki bus nomor 170 yang frekuensi kedatangannya lebih cepat. Namun
ketidakpastian jadwal kedatangan bus membuatku ragu juga. Bagaimana kalau saat
aku pergi ke Kranji, bus nomor 950 itu datang? Aku lihat jam tanganku, masih
ada sekitar 8 jam sebelum jadwal flight ku yang akan lepas landas pukul 18.45
waktu Malaysia. Kurasa masih cukup, jadi aku putuskan untuk menunggu. 20 menit telah
berlalu, tibalah si Bus 950. Bergegas aku masuk ke Bus beserta penumpang lain
dengan tujuan yang sama, Johor Bahru.
Singkat cerita, setelah
melewati Imigrasi Woodlands Checkpoint dan Johor Bahru Checkpoint yang memakan
waktu sekitar satu jam, aku sampai di Terminal Larkin, Johor Bahru. Seperti
biasa, terminal ini sudah cukup ramai. Hiruk pikuk penumpang, calo-calo yang
berseliweran serta bus dengan tujuan berbagai kota di Malaysia nampak sudah
menjadi rutinitas di terminal ini. Aku langsung bergegas mencari kaunter Bus
tujuan KL dengan jam keberangkatan secepat mungkin. Aku tak mau lagi menunggu
seperti di Woodlands tadi. “KL, KL, berangkat sekarang” teriakan dari calo yang
mulai menawarkan tiket tujuan KL. Aku tidak serta merta langsung tertarik,
karena harganya sudah di mark up sekian ringgit dan cukup mahal dari harga
normal. Aku juga harus tetap memegang teguh bugdet plan yang aku buat selama 2
bulan ini, agar tidak overbudget. Setelah berputar-putar dan tidak mendapatkan
jam yang aku mau, aku menemukan kaunter dengan jadwal keberangkatan yang pas
menurutku. Jadilah aku membelinya walaupun sedikit lebih mahal dari harga
normal. Tidak apa, ini sedang keadaan darurat. Aku diantarkan ke platform bus
oleh seorang wanita yang tidak lain adalah penjaga kaunter. Aku diminta
menunggu. Bus akan datang sekitar pukul 12.15. Masih ada 6 jam lagi sebelum
pesawatku berangkat.
Ternyata oh ternyata, bus ku
terlambat 15 menit. Walau begitu, bus tidak langsung berangkat. Bus harus
menunggu penumpang lain dari berbagai calo, ditambah lagi supir bus juga keluar
untuk makan siang. Memang calo disini sudah terkoordinasi dengan rapi. Bahkan
mereka menggunakan Handy Talkie untuk mengecek bus mana saja yang masih kosong.
Tentu dengan harga yang lebih mahal. Makin gregetan. Ingin sekali aku bilang ke
kondektur bus agar segera berangkat, tapi di negara orang aku tak bisa
melakukan itu. Bisa bisa nanti hanya namaku saja yang pulang ke Indonesia. Jam
1, akhirnya bus pun berangkat. Aku mencoba menenangkan pikiranku, sambil
memikirkan berbagai alternatif agar aku sampai di Low Cost Carier Terminal (LCCT)
tepat waktu. Tak sadar aku sudah tertidur.
Bus yang aku naiki ternyata
berhenti bukan di Bandar Tasik Selatan (BTS), tapi di Terminal Puduraya, Kuala
Lumpur. Padahal disitu tidak dilewati oleh KLIA Transit yang akan membawaku ke
lapangan terbang LCCT. Aku keluar dari terminal dan bertanya-tanya stasiun MRT
atau KTM terdekat untuk menuju BTS. Katanya yang paling dekat itu ya di KL
Sentral. Dari sini Aku harus naik Taksi atau Bus. Karena waktu yang semakin
sempit, aku memilih taksi. Aku sedikit berdebat dengan sang supir tentang
bagaimana cara ke LCCT. Dia mengatakan bahwa tidak ada kereta yang langsung ke
LCCT sehingga harus pakai taksi atau bus dari BTS. Tapi aku yakin bahwa di KL
Sentral ada KLIA Transit yang menuju ke LCCT. Aku pun meminta untuk diantarkan
ke KL Sentral saja, walau sang supir masih bersikeras dengan pendapatnya.
Setibanya di KL Sentral, aku
langsung menuju ke kaunter KLIA Ekspress. Aku berkata bahwa aku ingin menuju ke
LCCT. Sang penjaga kaunter mengarahkan Aku untuk menuju KLIA Transit yang
terletak tidak jauh dari situ. Tanpa pikir panjang, aku menuju ke sana dan
membeli tiketnya. Harganya 12,5 ringgit. Untuk rutenya, memang tidak ada kereta
yang sampai ke LCCT. Tapi nanti transit dulu di stasiun salak tinggi kemudian
naik bus ke LCCT. “How long does it take
to LCCT?” tanyaku. “It’s about 45
minutes, and the next train will departure in 12 minutes” jawab salah satu
penjaga kaunter sambil menyerahkan tiketku. Masih ada sekitar 3 jam lagi. Aku
sedikit tenang.
Sekitar 25 menit, keretaku sampai di stasiun
Salak Tinggi. Dan bus sudah menunggu. Aku melihat jam tanganku lagi. Ah masih
ada waktu satu setengah jam. Aku memutuskan untuk sholat dahulu, karena sudah
memasuki waktu ashar, sedangkan sholat dzuhurpun belum aku tunaikan. Jadilah
aku menunaikan sholat jama’ disana. Setelah selesai, aku meneguk segelas air
mineral yang tersedia di mushola kecil tersebut. Rasanya haus harus
berkejar-kejaran dengan waktu.
Akupun keluar dari gate dan menuju bus yang sudah terparkir
didepan stasiun. Tapi aneh, keadaan dalam bus masih sepi. Hanya aku sendiri dan
sang supir. “Pak, jam berape bus ini berangkat?” tanyaku dengan logat sok
melayu. “Tunggu kereta berikutnye datang, sekitar 30 menitan lagi la” jawabnya.
Berarti sekitar jam 17.25 bus itu akan berangkat. Aku semakin khawatir. Tapi
aku sekali lagi menenangkan diri mengingat perjalanan hanya 25 menit dan waktu
check-in bisa 45 menit sebelum berangkat. Kereta berikutnya tiba. Para
penumpang yang akan menuju LCCT pun naik bus yang sama. Kebanyakan adalah warga
asing.
Pukul 17.50 aku sampai di LCCT.
Tidak sesuai dengan dugaanku, disana ramai sekali. Lalu, Aku bergerak cepat
menuju kaunter check-in. Sialnya, aku harus melalui X-Ray Scanning dulu. Saat
itu antriannya sangat panjang. Pasti tidak akan sempat untuk check-in. Saat
mengantri, aku melihat dipapan pengumuman digital bahwa waktu check-in
penerbangan ke Don Muang Airport, Bangkok, sudah ditutup. Aku merasa was-was
dan sedikit putus asa. Tapi aku tak hilang akal. Aku berlari menuju antrian
paling depan dan berkata “Could i go
ahead please? My flight is going to departure, i don’t want to be late” aku
memohon dengan napas tersengal sengal. Mungkin karena mereka kasihan melihatku,
akhirnya aku diizinkan untuk masuk duluan. Setelah itu, aku menuju kaunter dan
menanyakan apakah aku masih bisa check-in atau tidak sambil menyerahkan
passportku. Kemudian dia sejenak menelepon untuk melakukan konfirmasi. Tidak
lama kemudian dia memberikan tiket penerbanganku. Aku terima tiket itu
mengucapkan terima kasih. Sang kaunter membalas dengan senyum manisnya. Setelah
melewati beberapa proses dibandara seperti cap imigrasi, pemeriksaan tas dan
barang bawaan yang tak kalah menengangkan, sampai sampai namaku sudah
dipanggil-panggil untuk segera menaiki pesawat. 10 menit sebelum berangkat, aku
tiba didepan pintu besi terbang itu. “Bangkok,
I’m coming. Terima kasih ya Allah”
aku berkata dalam hati. Aku duduk di dekat jendela. Perjalananku hari itu aku
akhiri dengan melihat tenggelamnya matahari diantara awan-awan. Lembayung senja
menambah cantik dan syahdunya suasana. “Maha
Besar Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya”
decakku kagum. Ya Allah, tanpa pertolongan-Mu, aku tak bisa melanjutkan
perjalananku, tak bisa menjelajahi bumi-Mu dan mungkin tak bisa menuliskan
cerita cerita hikmah dibalik semua rencana-Mu. Lalu, aku pun terlelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar